Kamis, 26 Mei 2016

Bagaimana cara (memulai) menulis Puisi?

Banyak hal yang dapat kita lakukan dikala senggang datang. Ada kalanya kita bercanda dan tertawa membicarakan hal yang penting hingga sama sekali tidak penting. Tapi percaya saja bahwa semuanya itu bakal jadi penting. Daripada kita bingung mau ngapain mending baca puisi...atau nulis puisi...asik ko. Percaya deh.
Tapi gimana sih caranya bikin puisi?

Sebelumnya kita harus paham dulu bahwa puisi itu karya yang ga dibatasi guys... 
gausah takut buat nulis, karna emang dari lama puisi udah biasa tuh ngelanggar yang namanya formalitas tata bahasa. oke kita bakal masuk ke step-step simple bikin puisi.

1. Baca puisi dari berbagai macam penulis dan gayanya
Gabisa kita remehkan kalau yang namanya penulis pasti butuh baca banyak, biar karyanya bisa dibilang baik. So, puisi ga sepanjang itu ko. gabutuh waktu lama buat bacanya. Ga kaya novel atau hikayat. Minimal kita baca dulu lah...soal paham atau engga itu proses.

2. Jangan kebanyakan mikir buat nyari inspirasi
Kenapa? Karena mikirpun juga inspirasi ko. Setiap hal itu inspirasi, jadi gaperlu jauh jauh buat nyari Cukup yang kalian hadapi aja itu udah lebih dari banyak.

3. Kalau mikir sambil pegang alat tulis
Alat tulis disini ya minimal kertas sama pena lah, gaperlu yang muluk muluk.Siapin aja pasti kita butuh. Inspirasi datnagnya ga diduga duga. so jangan sampai gasiap buat nuangin semuanya disaat yang ga kita kira. Ya kalo ga ada yang cara lama ya pastinya kalian punya gadget kan? Sama fungsinya.

4. Tulis
Jangan takut bahasanya gabagus, karna apa yang kita tulis pertama kali adalah apa yang keluar dari perasaan. Pembaca akan tau kalau itu adalah cerminan dari kejujuran kita.

Jadi nuggu apa lagi buat nulis?
Ingat, shakspears ataupun Rendra itu jadi penulis juga ada awalannya...jadi stop berpikir buat jadi terkenal. Fokus nulis, nikmatin tulisan kita sendiri minimal. Baru ketika memang karya kita diterima ya patut bersyukur. Itu bonus.

Selasa, 24 Mei 2016

Looking at the literature that no longer just about 'Books' (English Version)


Sapardi Joko Damono, a writer with a big name in himself. I don’t  know how many of his writings are talked in circles and literary discussions. The professor who dedicated his life to talk, not to speak of origin. Obviously with ethics. Until he no longer could be considered young, she still looks young with fresh fruit and orderly mind with the times that perhaps many people think the days gone mad.

One interesting thing that ensnare the attention is his opinion that today's literature is not just about books. Many people write literature on the internet and are reluctant to pour it in a container called a book. Very interesting. When some people to glorify himself with books and established him as a revolutionary. Even more appalling is when, when, at a time when the 'harden' the head along with his opinions were still just opinions about literature and not the mutual consent. Literature is not stodgy, and literature moving with human thinking. Should it can be captured on the pack Sapardi opinion about the one thing that has always been a conversation, Literature.

Viral world, viral and talkative community. Similarly picture of the world we can see today. Internet is so charming with the colors. People Spread out their ideology without limitation anymore, not like the new order. Our attitude is consumed with internet and cyberspace should be controlled. Once again we live in the real world that upholds human rights. Use our rights wisely, do occasionally we deliberately violate the rights of others. Like that man should live, like a pack of Sapardi that if Gus Mus said ‘Bukan orang Pintar baru’.

Even if there are the right words to represent what I think might be this sentence is the most appropriate, "Happy to think, happy to speak up, and happy not to make others unhappy, the rights of others are not violated, and surely everything will be happily accepted.”

Selasa, 10 Mei 2016

Menilik sastra yang tak lagi sekedar ‘Buku’




Sapardi Joko Damono, seorang sastrawan dengan nama besar di dirinya. Entah berapa banyak tulisannya yang menjadi perbincangan di lingkaran-lingkaran diskusi sastra. Sang Profesor yang mendedikasikan hidupnya untuk berbicara, tidak asal berbicara. Tentunya dengan etika. Hingga usianya yang tak lagi bisa dibilang muda, dia tetap terlihat muda dengan buah pikirannya yang segar dan tertata mengikuti zaman yang mungkin banyak orang menganggap zaman yang sudah gila.

Satu hal menarik yang menjerat perhatian adalah pendapatnya bahwa sekarang ini sastra bukan hanya tentang buku. Banyak orang menulis sastra di internet dan enggan menuangkannya di sebuah wadah yang disebut buku. Sangat menarik. Saat sebagian manusia yang mengagungkan dirinya dengan buku dan menobatkan dirinya sebagai revolusioner. Yang lebih mengerikan adalah ketika,saat,diwaktu orang ‘mengeraskan’ kepalanya bersama dengan opininya yang masih sekedar opini tentang sastra  dan bukan persetujuan bersama. Sastra tidak kolot, dan sastra itu bergerak bersama pemikiran manusia. Hendaknya itu yang bisa ditangkap tentang pendapat pak Sapardi mengenai satu hal yang selalu menjadi perbincangan,Sastra.

Dunia viral, masyarakat viral dan latah. Demikian gambaran dunia yang bisa kita lihat sekarang. Internet begitu mempesona dengan warna-warninya. Orang mneyebarkan ideologinya tanpa batasan lagi, tak seperti zaman orde baru. Sikap kita yang termakan dengan keperkasaan internet dan dunia maya mesinya harus kita kendalikan. Sekali lagi kita hidup di dunia nyata yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Gunakan hak kita dengan bijaksana, jangan sesekali kita sengaja mengganggu hak orang lain. Seperti itulah manusia selayaknya hidup, seperti pak Sapardi yang kalau Gus Mus mengatakannya bukan orang pintar baru

Kalaupun ada kata yang tepat untuk merepresentasikan apa yang saya pikirkan mungkin kalimat ini yang paling tepat ,”Bahagia untuk berpikir, bahagia untuk beropini, dan bahagia untuk tidak membuat orang lain tidak bahagia, hak orang lain tidak terlanggar,dan tentulah semuanya akan menerima dengan bahagia.”